by

Semangat Nikah Muda? #bagian2

#nikahmuda #bagian2
Oleh: Bayu Vedha – Klinik Nikah Indonesia

Setiap orang tentu memiliki alasannya sendiri untuk menikah muda atau menikah pada waktunya Nya. Karena keduanya sama-sama memiliki tujuan ibadah yang mulia di sisi Allah. Mengenai hal ini Allah dan Rasul Nya telah memberikan arahan-arahan yang sangat gamblang dan terperinci.

Dalam memilih calon pasangan misalnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menganjurkan memilih sesuai dengan hal-hal berikut ini:

“Dunia itu kesenangan Dan sebaik-baiknya kesenangan dunia adalah istri yang salehah” HR. Muslim.

Dari hadist diatas Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendorong kita umatnnya untuk menikah tidak skedar menikah, melainkan menikah dengan pasangan yang, cantik (menyenangkan) plus taat beragama. Dalam bahasan lain yang lebih spesifik makna cantik atau menyengkan maksudnya adalah:

“Yaitu istri yang menyenangkan suami ketika suami memandang, patuh kepada suami ketika diperintah, tidak menentang suami terkait diri dan harta istri dengan sesuatu yang tidak disukai suami.”

Begitu dalam penjelasan tekstual maupun makna yang tersirat dari hadist di atas, bahkan dalam beberapa kajian-kajian atau kelas pranikah hadist ini bisa dibahas menjadi beberapa pertemuan karena konten atau isi dari hadist ini sungguh sangat teknis dan penuh makna. Bahkan dalam hadist yang lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan motivasi yang lebih sesuai dengan konsep sosiologis maupun biologis yaitu, “Hendaklah kalian menikahi para gadis, karena mulut mereka lebih manis lebih mengangakat dan lebih menerima rezeki yang sdikit.” HR. Ibnu Majah (1861).

Dari sebuah pertanyaan rasulullah kepada salah seorang sahabat kita  mendapatkan pelajaran tentang beberapa point untuk menentukan criteria teknis dalam memilih pasangan. Yaitu ketika sahabat Jabir menikahi seorang janda, beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya kepadanya “Mengapa engkau tidak menikahi gadis perawan yang mencumbumu dan engkau mencumbunya, dan engaku mencumbunya, yang membuatmu tertawa dan engkau membuatmu tertawa?”

Tentu hadist ini memiliki muatan teknis tentang keutamaan memilih pasangan yang masih perawan atau perjaka dengan segala keutamaannya sehingga kitapun termotivasi pula untuk menjaga diri kita dengan status “keperawanan” atau pun “keperjakaan” kita. Dan benar, semakin ke sini tantangan zaman kriteria ini semakin perlu diperhatikan.

Nabi kita Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga mendorong untuk menikahi wanita yang subur, tidak mandul, seperti halnya yang disebutkan dalam sebuah kisah yang termaktub di dalam Sunan Abu Dawud, ada seorang lelaki dateng kepada Rasulullah dan berkata;

“Aku mendapatkan seorang wanita keturunan terhormat dan memiliki kedudukan. Hanya saja ia mandul. Apakah aku boleh menikahinya?”

Beliau kemudian melarangnya. Setelah itu datang untuk ketiga kalinya lalu beliau melarangnya.

Beliau kemudian bersabda, “Nikahilah wanita banyak anak atau subur dan memiliki kasih sayang kepada suami, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian”

Terakhir dalam bab poin motivasi tulisan saya adalah Memilih calon yang sesuai dengan anjuran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yakni “Pilihlah Istri-istri terbaik untuk air mani kalian, nikahilah wanita-wanita yang sekufu (setara), dan nikahilah (wanita-wanita kalian) dengan mereka lelaki-lelaki yang sekufu (setara).

Se-kufu’ adalah istilah yang sering disebut dalam obrolan dalam tema pernikahan. Secara bahasa istilah ini diambil dari bahasa Arab yaitu Al-Kafa’ah (الكفاءة). Jadi istilah se-kufu’ maksudnya adalah sepadan, sesuai, semisal. Sepadan disini adalah kesepadanan antara calon suami dan calon istri satu dengan yang lainnya, dan kesepadanan yang dimaksud bisa ditinjau dalam banyak aspek.

Kadang kesesuaian itu bisa dilihat dari fisik. Jika ada laki-laki yang ganteng semestinya ia sepadan dengan gadis yang cantik. Jika ada perempuan yang nasab berdarah biru, biasanya ia juga akan sepadan degan laki-laki yang juga berdarah biru. Jika ada laki-laki terpelajar dan berpendidikan ia akan pas jika menikah dengan perempuan yang juga berpendidikan dan seterusnya.

Namun, realita dalam kehidupan saat yang kita bisa amati ternyata tidak sedikit kok perempuan cantik justru menikah dengan laki yang biasa saja (untuk tidak menyebut jelek), pun begitu dengan laki-laki kaya, kadang malah menyukai perempuan yang biasa-biasa saja.

Dalam Al Qur’an Surat An-Nur secara umum memang memberikan banyak informasi tentang tema sekufu atau kesamaan pandang mengenai kesetaraan kesucian, oleh karenanya para ulama sering berpesan agar perempuan muslimah sering membaca surat ini; surat cinta dari Sang Pencipta tentang kesucian

 “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An-Nur: 26)

Secara umum kata se-kufu’ oleh Imam As-Sya’rowi ditafsirkan dengan maksud memberikan penekanan yang lebih akan pentingnya kesamaan antara suami dan istri. Kesamaan yang dimaksud terutama dalam hal agama, walaupun tidak menutup kemungkinan persamaan cara berpikir, starata pendidikan, starata sosial dan ekonomi juga menjadi pertimbangan yang kuat.

Maka dalam prakteknya bisa dipastikan bahwa laki-laki baik juga akan mendambakan perempuan yang baik, dan perempuan yang baik juga akan berusaha mencari laki-laki yang baik. Sekalipun ia sadar betul bahwa di dalam dirinya dalam banyak memiliki sisi kekurangan di sana-sini dalam hal memantaskan diri. Karenanya wajar jika tumbuh keinginan pada setiap individu untuk mendapatkan pasangan ideal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Dalam sisi ukuran se-kufu’ atau setara kita juga akan kesulitan mengukur tingkat kebaikan dalam katagori agama, kecuali jika sebelumnya ada pengakuan yang jujur dari sumber yang terpercaya. Namun disinilah pentingnya komunikasi dan jalan musyawarah, dan ini jugalah rahasianya mengapa perempuan itu tidak boleh menikahkan dirinya sendirinya. Karena harus ada wali yang menjadi syarat sahnya pernikahan, karena perempuan wajib memusyawarahkannya dahulu sebelum menerima atau menolak lamaran dari laki-laki yang datang dengan berbagai pertimbangan fakta, realita, perasaan juga doa. Kompleks bukan? ^^

Kenapa hal ini dibahas hingga demikian? Karena dari sisi perasaanlah perempuan mendominasi sebagian besar keputusannya. Jangan hanya karena hati ini sudah berbunga-bunga lalu kemudian menutup mata akan penilaian yang lainnya; tentang bagaimana aqidahnya, tentang sholatnya seperti apa, tentang bagaimana akhlaknya, seperti apa dia dimata keluarga dan shabatnya, seperti apa cara pandangnya tentang kehidupan, dan seterusnya.

Apalagi ada dorongan perasaan untuk membuat keputusan ceroboh untuk mau diajak kawin lari, atau naudzubillahnya malah mau diajak kawin kontrak. Disinilah hati kita harus sering diajak berkomunikasi tentang pertanyaan-pertanyaan; Tidakkah kita berpikir bahwa bahwa dia yang tidak berani mendatangi perempuan dengan baik adalah ciri dari laki-laki yang tidak baik?  Atau Bukan kah yang mau diajak berbuat tidak baik adalah ciri dari perempuan yang tidak baik?

Tentu jika kita jauh-jauh waktu sering berdiskusi dengan diri ini tentang pertanyaan-pertanyaan ini akan membuat kita lebih sigap untuk tidak terjerumus dengan dorongan “nafsu” perasaan yang tampaknya indah dalam bersitan pikiran kita namun kekuatannya mampu membelokkan kita menuju jalan kesesatan.

Lalu bagaimana jika ternyata dalam proses kita (mempersiapkan pernikahan) sudah terlanjur ada bibit-bibit menuju pada jalan kesesatan itu? Maka coba berhentilah sejenak, bertaubat. Karena bertaubat adalah cara terbaik untuk melepaskan diri dari cap sebagai laki-laki atau perempuan buruk. Ini adalah cara perbaikan motivasi diri berkesinambungan yang diajarkan oleh Islam. Kata Ibnu QayyimAl-Jauz “.Siapa yang mengakhirkan istighfarnya sedang ia mampu untuk beristighfar sekarang, maka istighfarnya itu membutuhkan istighfar lainnya, inilah taubatnya taubat”. Semoga Allah meluruskan kembali niat dan motivasi kita menikah karena Allah, karena ibadah, karena mengharap keridhoanNya. Sehingga semoga dari taubat kita, Allah-lah yang menjadi penolong saat kesulitan-kesulitan datang dalam menjalani keputusan pernikahan kita nanti.
*Selengapnya silahkan kunjungi “Nikah Muda” Bagian 3 pada link berikut ini:

News Feed