#nikahmuda #bagian3
Oleh: Bayu Vedha – Klinik Nikah Indonesia
Tidak hanya dalam nikah muda, tapi berlaku general bagi kita manusia untuk mencari tahu jawaban dari “Bagaimana menentukan calon pasangan yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah?”
Jawaban dari beberapa judul kita sebelumnya tentang materi sekufu dan penjelasan lainnya mengarah pada titik tekan para ulama tentang kesamaan pandang dari upaya untuk melihat kesamaan sudut pandang agama dan kualitas bergama. Dan ini jugalah yang ditekankan oleh semua madzhab fiqih yang empat.
Sehingga minimal kita yang tahu bahwa sebagai seorang muslim menikah itu harus sesama muslim, terlebih untuk perempuan muslimah, jangan sampai terulang cerita cinta yang berseberangan, menikah dengan non muslim.
Walau memang semakin sulit sebenarnya untuk mengetahui kualitas agama seseorang, kecuali memang ada kejujuran informasi yang benar-benar jujur. Untuk itu ketika ada laki-laki atau perempuan yang tidak mempunyai catatan melakukan dosa besar, kemudia dia juga rajin melaksanakan yang wajib, maka ini sudah masuk dalam katagori baik dan masuk standart minimal untuk dijadikan kriteria dalam proses taaruf secara umum.
Secara umum standar baik agama itu sebenarnya adalah akhlak. Karena akhlak yang baik sudah tentu memiliki cara berfikir yang baik, tutur kata yang baik, penampilan yang baik, cara berjalan yang baik, empati, amanah, tanggung jawab, tidak gampang marah, jujur, lemah-lembut, menghormati yang lebih tua, penyayang, sampai pada akhirnya dalam urusan ibadah; shalat, puasa, zakat, hingga amal-amal solih lainnya pun juga akan baik.
Maka itu dalam urusan cinta dan perasaan harus melibatkan banyak orang, terutama untuk mengetahui hal-hal tersebut dalam menuju jenjang pernikahan. Bukan dengan pacaran!
Bahkan kita bisa memberi kesimpulan tentang Pacaran bukanlah jalan terbaik untuk mengetahui dengan jujur sifat pasangan yang diinginkan. Tentu kita sepakat tentang pacaran banyak poin negatifnya terlebih bagi yang pernah dikecewakan dengan kenyataan-kenyataan setelahnya. Sehingga memutuskan menikah melalui jalur musyawarah dengan keluarga adalah solusi yang sangat tepat. Selain itu mengkomunikasikan motivasi menikah juga bisa kita pilih melalui pembekalan lainnya seperti kajian, seminar hingga kelas pranikah, akan sangat membantu dalam tahapan mengkomunikasinya, bahkan hingga proses pencarian yang positif. Karena di situ kita melibatkan seorang ‘guru’ dalam proses pecarian atau melibatkan pihak-pihak yang capable untuk menjadi fasilitator dalam tujuan pernikahan kita.
Tidak sedikit pula pilihan seorang guru bertemu dengan keinginan orang tua dan pada akhirnya juga bertemu dengan pilihan Allah SWT. Karena dulunya Rasulullah SAW juga sebagai ‘guru’ dari para sahabatnya sering diminta bantuan untuk mencarikan pasangan bagi mereka dan anak-anak mereka.
Terutama bagi yang mengingikan nikah muda dimana gejolak rasa sedang memuncaki jiwa. Hal ini dimaksudkan agar kita jangan sampai baru menikah kemudian buru-buru pula mau cerai, seakan merasa menyesal dengan keputusan yang terlalu gegabah dengan perasaan hingga mengabaikan unsur kesamaan. Karena pernikahan adalah ibadah, karena pernikahan adalah tanggung jawab, untuk itu kita perlu membekalinya dengan asupan ilmu dan kesiapan diri yang kuat pula.
Kriteria sekufu memang selalu menjadi pembahasan yang berat namun menarik untuk diperbincangkan bagi yang akan menjeput separuh agamanya. Terutama bagi para pemuda single lillah yang ingin mengerakan menikah. Tapi yakinlah, Jika memang Allah menghendaki kita berjodoh dengan seseorang maka sekalipun sebelum bersatunya fisik, jiwa kita sudah biasa merasakan bersatu duluan, ini mungkin mirip dengan intusi atau kita sebut nge-KLIK, sebuah ketenangan (sakinah) didalam jiwa bahwa rasa-rasanya muncul kemantaban dia adalah jodoh saya.
Rasulullah SAW memberikan isyaratnya:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal diantara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal diantara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim)